Ny. A.M. Waworuntu menjadi Waikota Manado untuk tahun 1950-1951. Pada pemilihan umum di kota Manado pada akhir tahun 1949, Ny. A.M. Waworuntu terpilih menjadi Walikota Manado, dan baru disahkan pada bulan Maret 1950. Dengan demikian Ny. Waworuntu adalah walikota wanita pertama di Indonesia.
Sejarah kota Manado dimulai tahun 1919 dengan membentuk Dewan Kota (gemeente-raad). Pada awalnya, Asisten-Residen afdeling Manado merangkap Kepala Kota Manado. Nanti pada tahun 1928 barulah kota Manado memiliki seorang Walikota. pada tahun 1947 Manado dijadikan kotapraja tak sejati (neo-stadsgemeente) dan merupakan bagian dari Daerah Minahasa. Pada tahun 1954 barulah Manado dijadikan Kota-Besar setingkat Daerah Swatantra Tongkat II (DATI II) - Kota Madya Manado (Kodya Manado), dan memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kemudian pada Masa Orde Reformasi, Kota Madya Manado berubah menjadi Kota Manado, dengan memiliki Dewan Kota (sebelumnya DPRD).
20 Juni 1950
Wilayah Komando Tentara & Territorium VII - Indonesia Timur (TT-VII/TTIT) didirikan.
Wilayah ini meliputi daerah 4 provinsi, yaitu provinsi Sulawesi, provinsi Sunda Kecil (Nusatenggara), provinsi Maluku, provinsi Irian Barat (yang masih dikuasai Belanda).
Pada tahun 1951, Letkol Alex Kawilarang menjadi Panglima Komando TT-VII/TTIT selama beberapa bulan lamanya sampai bulan November, ketika tanggal 10 November ia secara resmi menjadi Panglima Komando TT-III/Siliwangi dengan pangkat Kolonel.
7 Agustus 1950
Langkah Kolonel Alex Kawilarang yang sulit dilupakan masyarakat politik pada tahun limapuluhan ialah ketika ia menempeleng Letkol Soeharto di Makassar saat sedang menumpas pemberontakan RMS dan pasukan KNIL/KL (KNIL=Koninklijke Nederlands Indisch Leger /Tentara Hindia Belanda, KL=Koninlijk Leger /Tentara Kerajaan Belanda). Kolonel Alex Kawilarang marah karena selaku Panglima TT-VII/TTIT ia baru melaporkan kepada Presiden Soekarno (tanggal 4-5 Agustus) bahwa keadaan di Makassar sudah aman.
Tetapi Soekarno menyodorkan radiogram yang baru diterimanya bahwa pasukan KNIL Belanda sudah menduduki Makassar hari Jumat, tanggal 5 Agustus. Ternyata pasukan yang harus mempertahankan kota Makassar yaitu Brigade Garuda Mataram telah melarikan diri ke Lapangan Udara Mandai. Maka tidaklah mengherankan bahwa Kolonel Alex Kawilarang menjadi marah dan hari Senin ini buru² kembali ke Makassar. Setibanya di lapangan udara Mandai ia langsung memarahi komandan Brigade Garuda Mataram Letkol Soeharto: "sirkus apa²an nih?" kata Kolonel Alex Kawilarang sambil menempeleng pipi Letkol Soeharto.
Maka dapatlah dimengerti, akibat peristiwa tersebut, hingga saat Alex Kawilarang meninggal, Presiden Soeharto tidak pernah berbicara dengan bekas atasannya itu. Penghargaan kepada A.E. Kawilarang secara resmi baru diberikan pada 1999 yang lalu, sewaktu Presiden B.J. Habibie berkuasa.
6 September 1950
Pembentukan Kabinet Natsir, kabinet pertama setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Kabinet ini merupakan Zaken Kabinet, dan intinya adalah Masyumi. Kabinet ini menyerahkan mandatnya pada tanggal 21 Maret 1951.
10 November 1950
Serah terima jabatan Panglima
Komando Tentara & Territorium III/Siliwangi dari Kolonel Sadikin kepada
Kolonel Alex E. Kawilarang di Bandung. Upacara tersebut dihadiri oleh KSAD
Kolonel A.H. Nasution, Menteri Sewaka, Menteri Suwiryo, Menteri Arnold
Mononutu, Kapolri Sukanto, Jaksa Agung Suprapto dan Letkol Sutoko.
kepada Kol. A.E. Kawilarang |
27 April 1951
Kabinet Soekiman terbentuk di bawah Perdana
Menteri Soekiman. Kabinet ini adalah suatu kabinet koalisi antara kedua partai
terbesar waktu itu, yakni Masyumi dan PNI.
Kabinet ini jatuh pula dan menjadi kabinet demisioner sejak tanggal 23 Februari 1952 sampai terbentuknya kabinet baru.
Kabinet ini jatuh pula dan menjadi kabinet demisioner sejak tanggal 23 Februari 1952 sampai terbentuknya kabinet baru.
3 April 1952
Kabinet Wilopo terbentuk dibawah Perdana Menteri
Wilopo (PNI), yang juga merupakan koalisi kedua partai terbesar, yaitu Masyumi
dan PNI. Kabinet ini jatuh pada tanggal 3 Juni 1953, dan menjadi kabinet
demisioner sejak saat itu.
15 April 1952
Kolonel Alex E. Kawilarang mendirikan Kesatuan
Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko Terr-III). Komando pasukan
khusus ini memakai baret merah mengikuti kesatuan komando Belanda. Ide
pembentukan kesatuan komando ini timbul oleh pengalamannya melawan
Pemberontakan RMS di Maluku. Saat itu ia bersama Letkol Slamet Ridjadi (Brigjen
Anumerta) cukup mengalami kesulitan menghadapi RMS Baret Merah dan bercita²
mendirikan satuan komando semacam itu yang tangkas dan cepat. Kol. Kawilarang
sangat menaruh perhatian yang besar pada latihan² komando ini. Komandan Kesko
Terr-III/Siliwangi adalah Mayor Mohammad Idjon Djanbi (seorang berkebangsaan
Belanda yang dulunya bernama Visser), dengan markas komandonya di Batujajar -
Jawa Barat.
Begitu pesatnya perkembangan dan keunggulan kesatuan ini sehingga pada tahun 1953 Kesko TT-III/ Siliwangi ditimbangterimakan kepada Inspektorat Infanteri MBAD. Namanya kemudian diubah menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD), kemudian diubah lagi menjadi RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat), Palu RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat), kemudian
Begitu pesatnya perkembangan dan keunggulan kesatuan ini sehingga pada tahun 1953 Kesko TT-III/ Siliwangi ditimbangterimakan kepada Inspektorat Infanteri MBAD. Namanya kemudian diubah menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD), kemudian diubah lagi menjadi RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat), Palu RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat), kemudian
Kopassandha
(Komando Pasukan Sandhi Yudha), kemudian terakhir menjadi Kopassus
(Komando Pasukan Khusus).
Kelak pada masa Pergolakan Permesta (Pemberontakan PRRI) pada tahun 1958-1961, kesatuan ini menjadi tulang punggung untuk menumpas Permesta dimana saat itu Alex Kawilarang sebagai Panglima Besar pasukan Permesta, dengan demikian seluruh bekas anak buahnya berbalik menyerangnya sebagai lawan dalam pertempuran.
Kelak pada masa Pergolakan Permesta (Pemberontakan PRRI) pada tahun 1958-1961, kesatuan ini menjadi tulang punggung untuk menumpas Permesta dimana saat itu Alex Kawilarang sebagai Panglima Besar pasukan Permesta, dengan demikian seluruh bekas anak buahnya berbalik menyerangnya sebagai lawan dalam pertempuran.
17 Oktober 1952
Momen yang dikenal sebagai Peristiwa 17
Oktober 1952, dilakukan oleh para perwira militer /TNI-AD yang merasa tidak
puas akan kinerja pemerintahan RI saat itu, dimana pemerintah terlalu
mencampuri urusan dalam tubuh TNI dan menyingkirkan perwira² yang tidak disukai
mereka. KSAD - Kolonel Abdul Harris Nasution, KSAP - Jenderal Mayor Tahi Bonar
Simatupang, Panglima TT-III/Siliwangi Kolonel Alexander Evert Kawilarang, serta
beberapa perwira tinggi TNI lainnya menemui Presiden Soekarno di istananya di
Jakarta, menuntut presiden untuk membubarkan Parlemen dan membentuk Parlemen
baru.
Hal ini menimbulkan kemarahan dari Presiden.
Kemudian, KSAD menyatakan bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa itu dan mengajukan permohonan berhenti kepada Pemerintah. Juga Jenderal Mayor T.B. Simatupang mengundurkan diri, dan jabatan KSAP selanjutnya ditiadakan.
Hal ini menimbulkan kemarahan dari Presiden.
Kemudian, KSAD menyatakan bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa itu dan mengajukan permohonan berhenti kepada Pemerintah. Juga Jenderal Mayor T.B. Simatupang mengundurkan diri, dan jabatan KSAP selanjutnya ditiadakan.
16 November 1952
Kepala Staf TT-VII/TTIT Letkol Jacob Frederik (Joop) Warouw
mendaulat Kolonel Gatot Subroto sebagai Panglima TT-VII/TTIT akibat Panglima
TT-nya berada di Kelompok pro-17 Oktober. Reaksi rakyat di Makassar atas
tahanan rumah bagi Kolonel Gatot Subroto dan tahanan asrama bagi polisi militer
Jawa ini cukup besar (CPM), menangkap inti dimensi daerah dalam peristiwa ini:
"Orang² Jawa dilucuti orang Manado."
Kemudian ia menjadi penjabat sementara Panglima TT-VII/TTIT tanggal 5 Januari 1953, dan pada tanggal 1 Agustus 1954 resmi sebagai Panglima TT-VII/Indonesia Timur dengan pangkat Kolonel.
Kepala Staf TT-VII/Wirabuana saat itu dijabat oleh Letkol H.N. Ventje Sumual, yang sebelumnya adalah Kasi-I Inspektorat Infanteri di Bandung.
Tahun 1955 Mayor D.J. Somba menjadi Assisten II/Personalia di TT-VII/Wirabuana, dan pada bulan Desember 1956 menggantikan Letkol H.V.Worang sebagai Komandan RI-24 di Manado.
Saat Joop Warouw inilah TT-VII diberi nama WIRABUANA (oleh Kolonel Ahmad Yani) dari bahasa Sansekerta yang artinya: negeri yang terang, dimana Wira = satria, terang, dan Buana = wilayah/daerah, karena wilayah ini adalah wilayah matahari terbitnya Indonesia, dan juga wilayah/daerah ini disiapkan untuk suatu wilayah militer.
Kemudian ia menjadi penjabat sementara Panglima TT-VII/TTIT tanggal 5 Januari 1953, dan pada tanggal 1 Agustus 1954 resmi sebagai Panglima TT-VII/Indonesia Timur dengan pangkat Kolonel.
Kepala Staf TT-VII/Wirabuana saat itu dijabat oleh Letkol H.N. Ventje Sumual, yang sebelumnya adalah Kasi-I Inspektorat Infanteri di Bandung.
Tahun 1955 Mayor D.J. Somba menjadi Assisten II/Personalia di TT-VII/Wirabuana, dan pada bulan Desember 1956 menggantikan Letkol H.V.Worang sebagai Komandan RI-24 di Manado.
Saat Joop Warouw inilah TT-VII diberi nama WIRABUANA (oleh Kolonel Ahmad Yani) dari bahasa Sansekerta yang artinya: negeri yang terang, dimana Wira = satria, terang, dan Buana = wilayah/daerah, karena wilayah ini adalah wilayah matahari terbitnya Indonesia, dan juga wilayah/daerah ini disiapkan untuk suatu wilayah militer.
20 Juni 1953
Wilayah Komando Tentara & Territorium VII
resmi diberi nama WIRABUANA (oleh Kolonel Ahmad Yani) dari bahasa
Sansekerta yang artinya: negeri yang terang, dimana Wira =
satria, terang, dan Buana = wilayah/daerah, karena wilayah ini adalah
wilayah matahari terbitnya Indonesia, dan juga wilayah/daerah ini disiapkan
untuk suatu wilayah militer.
Hari ini diperingati KODAM VII/Wirabuana sebagai HUT-nya.
Hari ini diperingati KODAM VII/Wirabuana sebagai HUT-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar