Oleh:Safari ANS
Bung Karno bersedia cairkan aset ummat manusia yang didalamnya juga adalah aset bangsa Indonesia, apabila dunia internasional beserta seluruh rakyat Indonesia bersedia memilih dan mendukung seorang calon Presiden Republik Indonesia, yakni seorang anak Indonesia yang sudah ia persiapkan sejak lama. Calon pemimpin Indonesia ini sudah diuji kemampuan intelektualnya, kepribadiannya, keteguhan hati dan imannya serta kesucian niatnya untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia.
Soekarno bukanlah manusia sembarang, setidaknya dunia putih yang dekat dengan Tuhan mendukung penuh upayanya untuk melindungi aset ummat manusia yang dititipkan melalui tangannya. Walau dunia yang disponsori oleh petinggi Amerika Serikat sendiri berkali-kali mengakali dengan sistem perbankkan sekalipun, sampai detik ini, belum berhasil mencairkan aset tersebut.
Bahkan skenario yang diciptakan oleh link Geogre Bosh Senior di Amerika Serikat yang berhasil meyakinkan Kongres dengan memberikan kesempatan pada Dr. Ray C. Dam –seorang warga negara Thailand–untuk berpidato, pun sempat menggoyang dunia hingga kini. Dr Ray C Dam berhasil memperkenalkan OITC (Office of International Treasury Control) yang ia pimpinan sebagai satu-satu lembaga yang diberi kewenangan oleh Soekarno untuk mengelola asset dunia itu. Bahkan Dr Ray C Dam mengkalim bahwa organisasinya langsung di bawah kontrol PBB. Namun kemudian, PBB membantah bahwa OITC adalah lemabaga dibawah naungan PBB. Kendati demikian, Dr Ray C Dam tetap memainkan perannya hingga kini dan lama di Indonesia untuk bertemu dengan para pihak yang ia sebut sebagai “pemegang amanah”.
Gencarnya kegiatan Dr Ray C Dam ini, setelah tokoh senior yang ikut kontrol Amanah Dunia keturunan Yahudi, Sruder? (belum jelas benar namanya) atau nama lainnya Mr. Godschal gagal meyakinkan Soekarno soal mekanisme pencairan aset ummat manusia itu. Perdebatan panjang antara Soekarno dengan tokoh dunia satu ini berlangsung lama. Namun akhirnya, Sruder diberi batas waktu oleh teman-temannya di Amerika Serikat agar ia segera menemukan pemegang kunci dana ummat manusia itu paling lambat bulan Desember 2008. Gagal bersepakat dengan Bung Karno secara dunia lain, dan gagal pula menemukan pemegang kunci di pulau Jawa, maka tokoh yang Yahudi yang doyan makan ketoprak ala Surabaya ini dianggap gagal oleh Amerika Serikat. Setahun kemudian kemudian, tokoh yang ikut membesarkan CNN meninggal dunia.
Penulis sempat bertemu dengan tokoh ini tetapi hanya bertatap muka jarak jauh. Ia bertopi hitam dan baju hitam ala kebangsaan Yahudi serta berjenggot tebal. Bahkan bepergian saya dari Jakarta, Belanda, Jerman dan Prancis selama dua minggu pada tahun 2005, belakangan saya tahu kalau tim yang membawa penulis itu adalah tim beliau sendiri. Bahkan semua hasil rekaman video penulis tidak diperkenalkan untuk dibawa ke Indonesia. Sehingga begitu penulis meninggalkan Belanda sebagai pintu masuk dan keluar, maka tak satu pun dokumen dan foto yang bisa dibawa pulang.
Penulis ketika itu berhasil menemuinya, setelah penulis menunjukan sebuah simbol berupa polpen plastic berwarna hijau yang harus saya tulisi dengan peniti dengan kata “kemakmuran”. Petunjuk ini penulis dapatkan dalam mimpi penulis sehari sebelum berangkat keliling Eropa. Sayang pertemuan penulis tidak sempat melakukan wawancara langsung karena saat itu bertepatan dengan wafatnya pemimpin Vatikan, Sri Paus Paulus II. Tetapi melalui orang-orang terdekatnya penulis dapat saling tukar informasi. Namun sayang, penulis gagal menjadi penengah persengketaan tokoh berpengaruh Yahudi –yang pernah selamat dari penjara gas beracun era Nazi Jerman, karena ia terjun masuk ke lobang kakus (tinja)– dengan Soekarno yang berada dalam dunia yang berbeda. Pasalnya sederhana, tokoh Yahudi ini meminta pembagian untuk bangsanya dan keluarganya tak sesuai dengan aturan amanah yang Bung Karno pegang.
Gagalnya negosiasi tokoh Yahudi ini, maka Geroge Bush Senior mengubah skenario dengan menggunakan Dr Ray C Dam sebagai simbol pergerakan, bahkan PBB sempat hampir untuk mengakui organisasi OITC pimpinan Dr Ray C Dam ini untuk masuk dalam organisasi PBB. Tapi upaya itu gagal, karena PBB juga merupakan satu kesatuan dengan World Bank dan IMF. Sebab kalau OITC berhasil masuk justru akan mengacaukan kinerja kedua lembaga keuangan dunia itu yang sudah lama eksis. Akunya Dr Ray C Dam sebagai otoritas aset amanah dunia menurut penulis menjadi dipertanyakan ketika dia berkeliling Indonesia untuk menemui orang-orang Indonesia yang dititipi amanah oleh Bung Karno. Sayangnya, dia bertemu dengan orang-orang yang mengaku-ngaku saja. Bisa dibayangkan memang, orang tua berambut putih berusia di atas 90 tahun bernama Soewarno saja lebih dari enam orang. Dan semuanya mengaku sebagai Soewarno yang asli dan paham semua sejarah dana amanah tersebut. Passport mereka pun juga bernama Mr. Soewarno. Kini kasus Dr Ray C Dam masih bergolak di belantara hutam gelap aset ummat manusia itu, bahkan sudah ada yang masuk dalam proses pengadilan dan penuntutan hak ganti rugi.
Tahun 2010, skenario lainnya dijalankan melalui jaringan The Committee 300 yang dipandang sebagai The World Bank Group, tepatnya tanggal 23 November 2010 jaringan ini memulai kerja keras dengan menjagokan Mr. Antony Santiago Marthin bersimbol “The King ASM” ber-passport Philipina No. XX3794724 sebagai pemegang tunggal otoritas aset dunia dengan status “Qing Dynasty”. Lalu, menurut dokumen yang disebar ke 886 bank, yakni seluruh bank sentral setiap negara juga disebar ke bank penerima di seluruh dunia. Account misterius yang terdapat pada World Bank dan IMF menjadi account name: White Spiritual Boy, Spiritual Wonder Boy, Morning Star dan lainnya. Konon kabarnya, otoritas keuangan dunia telah mengeluarkan MT799 (pre-advice pengiriman uang) keseluruh bank sentral negara-negara anggota PBB dan bank besar-besar yang terdapat pada masing-masing negara itu. Indonesia sendiri tercatat BNI, Bank Mandiri, BRI, Bank Danamon, BCA dan Bank Lippo dengan nilai fantastic; diatas USD 5 Trilyun. Menurut para konsultan ini, proses pencairan melalui MT799 ini akan berproses selama 30 tahun terhitung November 2010.
Bung Karno menilai, jaringan yang dibuat oleh The Committee 300ini sebagai skenario yang terhebat dari sekian skenario yang pernah beliau hadapi. Tetapi skenario ini pun kelihatannya menjadi lemah, ketika sang primadona yang disebut The King ASM tadi mendesak agar pihak Indonesia mau menghadirkan pemegang otoritas amanah dan dynasty di Indonesia dan mau menandatangani otoritas keuangan yang dipegang oleh orang Indonesia. Penulis sendiri sempat membaca dokumen tersebut yang ditekan oleh The King ASM tetapi pihak Indonesia yang disitu tercantum nama Mr. Seno tidak bersedia ditandatangani. Menurut pensiunan militer yang pernah ditugaskan Soeharto untuk mengejar para pemegang amanah itu, Wisnu HKP Notonagoro melalui organisasinya yang bernama Gerakan Kebangsaan Rakyat Semesta berkisah kepada penulis.
Baru-baru ini Dr Seno pernah dijemput pejabat Kejaksaan Agung RI yang dikawal oleh para militer dan membawanya ke Gedung Sudirman, Tebet Jakarta dan mendesak Dr Seno untuk menandatangani dokumen yang sudah diteken oleh The King ASM, namun kemudian Dr Seno tetap menolak, Dan akhirnya Dr Seno dibawa pulang kembali oleh Wisnu HKP Notonagoro.
Hal ini menggambarkan bahwa The King ASM seperti yang dimaksudkan oleh The Committee 300 itu walaupun sudah disyahkan oleh Word Bank dan IMF adalah bukan siapa-siapa dan tidak memiliki kekuatan apa-apa dalam hal otoritas dana atau aset ummat manusia yang banyak dibicarakan orang selama ini. Dan Bung Karno mengatakan dalam pembicaraan imajiner tersebut mengatakan, bahwa dirinya belum pernah memberikan kekuasaan otoritas itu kepada siapapun. Bahkan Bung Karno menunjukkan selembar kertas yang berisi pelimpahan kekuasaan (power authority) yang belum beliau ditandatangani. Ia hanya minta kepada bangsa Indonesia dan dunia internasional agar mendukung calon pemimpin Indonesia yang amanah yang telah disetujui oleh Dewan Komite Amanah. Dia adalah seorang pemuda dari keluarga anak rakyat jelata tapi berdarah keturunan Majapahit, seperti dirinya. Menurutnya, ia diberikan hak pelimpahan aset ketika berumur 27 tahun (1928) sebagai anak Indonesia berdarah Majapahit. Makanya ketika beliau menandatangani Green Hilton Memorial Agreement 1963, tidak atas nama Presiden Republik Indonesia, tetapi atas nama bangsa Indonesia.
InsyaAllah, beliau akan mencairkan aset ummat manusia itu sesuai dengan kebutuhannya dan peruntukannya yang beliau terima, jika Indonesia sudah dipimpin oleh anak bangsa Indonesia yang amanah pula. Dan pemuda itu akan muncul dalam figur sederhana tetapi dalam benaknya terbenam milyaran ide untuk membangun bangsanya. Dan ide-idenya itu pun sudah disetujui oleh Dewan Komite Amanah yang dipimpin oleh Soekarno sendiri hingga kini (entah dimana, redaksi). Bahkan menurut beliau, peci kesayangannya yang menjadi mahkota beliau selama ini, sudah beliau serahkan kepada pemuda calon Presiden RI tersebut.
Jadi menurut beliau, mencairkan harta amanah dan dinasti itu bukanlah hal yang sulit. Yang sulit itu adalah menstabilkan gejolak nafsu orang-orang di planet bumi ini yang ingin selalu untuk menguasai harta tersebut demi kepentingan kelompoknya sendiri atau bangsanya sendiri. Jika masing-masing pihak sadar akan sifat dan fungsi dana amanah demikian, maka pencairannya sangat mudah. Jika sosok pemimpin ini telah menjadi Presiden RI, Bung Karno bersedia mencairkan dana atau harta amanah atau harta dinasti. Benarkah? Sejarahlah yang membuktikannya. Salam Perjuangan.(*****).
Profil Safari ANS
Putra pertama Ali Nakiu dan Saparima yang lahir di Pulau Laskar Pelangi,
Belitung pada 31 Desember 1961 ini memang tidak pernah sepi dari
ide-ide segar. Bahkan teman-temannya sering mengajak ngobrol hanya untuk
sekedar menyegarkan pemikiran; apalagi yang mesti dibuat. Atas jasa
kedua orangtuanya, ia tidak tega hanya memberikan embel-embel nama
Ayahnya saja di belakang namanya, iapun mencantumkan nama Ibunya
sehingga menjadi singkatan ANS di akhir namanya.
Berkarir
di Harian Prioritas (1987) sebagai wartawan politik, ia kemudian menjadi
wartawan ekonomi nasional pada Majalah Mingguan Warta Ekonomi, setelah
Harian Prioritas dibredel oleh Rezim Soeharto ketika itu. Merasa senang
dengan dunia barunya di bidang ekonomi ia pun menjadi pengelola acara
komersial “Niaga Publik” yang ditayangkan oleh ANteve dan RRI Pro2 FM
bekerjasama dengan Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia)
dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI). Acara mingguan ini secara khusus
membedah kinerja perusahaan publik.
Ketika
Indonesia dilanda krisis ekonomi hingga jelang tahun 2000, ia hijrah ke
kampung halaman (Belitung). Di sana ia menghimpun 2.500 petani lada
dalam sebuah koperasi sembari berkebun lada yang menjadi produk unggulan
pulau Bangka dan Belitung (Babel). Kembalinya ke kampung halaman,
berbekal kerjasama antara Bank Indonesia dengan DPP INSI (Ikatan Usaha
Informal Se-Indonesia) dimana ia pernah menjadi Wakil Ketuanya. BI
ketika itu bersepakat untuk menyalurkan pembiayaan sektor-sektor riil
melalui INSI. Namun, dana tersebut belum sempat cair, karena ada
perubahan status BI sesuai dengan undang-undang BI yang baru. Kendati
belum berhasil mensejahterakan petani lada, karena ia juga harus
berhadapan dengan jaringan raksasa lada dunia, ia kembali Jakarta untuk
menyusun ide baru; bahwa kekuatan ekonomi harus dibangun secara
sistematis dan terencana dengan baik.
Sembari
menyusun langkah besar, Safari ANS kemudian bergabung dengan stasiun
televisi nasional Lativi hingga 2005. Berkarir sebagai presenter dan
produser di Lativi, ia kemudian berjumpa dengan Bapak Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) ketika sedang menjadi Capres 2004. Dia lah yang pertama
meyakinkan pimpinan Lativi bahwa SBY lah yang berpeluang besar jadi
Presiden RI 2004-2009, sehingga kemudian ia diizinkan untuk wawancara
khusus dengan Capres dari Partai Demokrat tersebut.
Atas
keberhasilan itu, SBY kemudian mengundang Safari ANS di Istana Negara
bulan Desember 2004 (dua bulan setelah SBY dilantik jadi Presiden RI).
Safari ANS bersama sembilan rekannya yang berasal dari LSM, mantan DPR,
pegawai Bappenas yang idealis, Dep PU, dan lainnya untuk memberikan data
dan sumbangsih pemikiran tentang bagaimana membangun Indonesia ke
depan. Tertarik akan ide-ide segar anak muda ini dan timnya, SBY
kemudian melanjutkan pertemuan di rumah kediaman pribadinya di Cikeas
pada hari Minggu dari pagi hingga sore (Desember 2004). Tertuanglah beberapa kebijakan SBY, diantaranya soal perpajakan, bea cukai, profit BUMN, dan pinjaman luar negeri. Atas dasar pertemuan tersebut, SBY berkeinginan membentuk The Office of The President for Monitoring.
Setahun berjalan, Safari ANS mengusulkan kepada Presiden RI sebuah proposal “Welcome Back Home to Indonesia”
sebagai sebuah upaya mengajak orang-orang Indonesia yang menyimpan
uangnya di luar negeri maupun orang yang cinta dengan Indonesia, untuk
membawa pulang uangnya ke Indonesia dalam bentuk investasi. Dari hasil
investigasi yang dilakukan oleh Safari ANS dan timnya, ternyata betapa
banyaknya orang Indonesia yang tertarik untuk membawa uangnya ke
Indonesia, tetapi tidak tau jalannya harus melalui apa dan bagaimana
Untuk
menjembatani kepentingan tersebut, Safari ANS kemudian bersama rekannya
yang ada di Hong Kong, China, Jepang, Korea Selatan, Australia,
Malaysia, Singapura dan Belanda, mendirikan IFID (International Fund for Indonesia Development). IFID berdiri dengan badan hukum internasional yang berkedudukan hukum di Hong Kong.
Saat ini,
selain menjalankan IFID sebagai lembaga saluran investasi bagi
Indonesia, Safari ANS sedang menekuni studi di Pascasarjana Komunikasi
Universitas Padjadjaran Bandung. Sebuah lompatan studi keilmuan dari
alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
jurusan sejarah dan kebudayaan yang ditamatkannya di Institut Agama
Islam (IAI) Al-Aqidah Jakarta yang berpaham NU walau dia sendiri pernah
menjadi Wakil Sekjen Lembaga Ekonomi Pemuda Muhammadiyah.
Pengalaman
organisasinya memang setumpuk, diantaranya aktif sebagai Pengurus
Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia semasa kuliah di UIN Jakarta. Wakil
Ketua DPP INSI (Ikatan Usaha Informal Se-Indonesia). Menjadi Tim
Percepatan Presidium Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kini, Safari ANS menjadi Wakil Sekjen DPP Partai Persatuan Daerah (PPD)
sekaligus sebagai Caleg DPR RI periode 2009-2014.
Kendati demikian, dalam forum apapun ia selalu mengatakan dirinya sebagai jurnalis independent.
Karena baginya, sekali berprofesi sebagai jurnalis maka sampai akhir
hayat tetap jurnalis, sebuah karir idealis seperti yang dimiliki oleh
mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Adam Malik. (email:
safari_ans@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar