English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Kamis, 30 Agustus 2012

Kronologi Pemberontakan Permesta & PRRI (7)

!7 Februari 1958 
 
Pada pukul 07.00 diadakan pertemuan di ruang rapat gedung Universitas Permesta di Sario Manado dengan tokoh² politik, masyarakat dan cendikiawan. MC (moderator) saat itu adalah Kapten Wim Najoan. Secara singkat, Panglima KDM-SUT memberikan gambaran tentang perkembangan di Sumatera dan putusan dibentuknya PRRI. Selanjutnya Panglima KDM-SUT memberitahukan pada rapat tersebut, putusan sbb:
"Permesta di Sulutteng menyatakan solider dan sepenuhnya mendukung pernyataan PRRI. Oleh sebab itu, mulai saat ini juga Permesta memutuskan hubungan dengan Pemerintah RI Kabinet Djuanda".
Tanpa dikomando hadirin bersama² berdiri dan menyambutnya dengan pekik: "Hidup PRRI! Hidup Permesta! Hidup Somba!" berulang². Setelah rapat diskors 30 menit untuk menyusun teks pemutusan hubungan dengan pusat oleh 3 orang (Mayor Eddy Gagola, Kapten Wim Najoan,...), maka pertemuan dibuka kembali dan teks tersebut dibacakan. Setelah itu emosi hadirin meledak. Pekik "Hidup Permesta! Hidup PRRI! Hidup Somba-Sumual!" menggema selama beberapa menit. Setelah itu Mayor Dolf Runturambi bertanya kepada hadirin, "Bagaimana, saudara² setuju?" Serentak dijawab: "Setuju! Setuju!". Kembali suasana dipenuhi oleh antusiasme yang berapi², walau tampak beberapa orang yang tetap bungkam.

Kemudian diadakan pertemuan umum raksasa di Lapangan Sario Manado pada pukul 11.00. Letkol D.J. SOMBA selaku Panglima/Gubernur Militer KDM-SUT (Komando Daerah Militer Sulawesi Utara-Tengah) atas nama rakyat dan tentara Sulutteng, membacakan teks pemutusan hubungan dengan Pemerintah Pusat di Jakarta. Isi dari teks tersebut adalah:

"RAKYAT SULUTTENG TERMASUK MILITER SOLIDER PADA KEPUTUSAN PRRI
      DAN MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH RI
"


putus hubungan
Rapat Raksasa di Lapangan Sario
Overste DJ Somba: Putus hubungan dengan Pusat


Kemudian, sebuah pesawat komersil Garuda dari maskapai penerbangan nasional GIA yang baru tiba, dibiarkan terbang kembali- berangkat ke Jakarta dan pada semua orang yang ingin segera meninggalkan Manado dengan pesawat tersebut hari ini juga diberikan kelonggaran sepenuhnya. Sekalipun demikian, banyak juga yang menemui Mayor Dolf Runturambi selaku Kastaf KDM-SUT untuk meminta semacam surat pas buat naik pesawat GIA terakhir ini, supaya mereka merasa aman.

Pukul 20.00 malam hari, Kastaf KDMSUT Mayor Dolf Runturambi membacakan teks pemutusan hubungan dengan pusat dalam bahasa Inggris melalui RRI (Radio Permesta).

  Kemudian oleh Pemerintah Pusat (dan tentu saja PKI), gerakan ini disebut sebagai "pemberontakan PRRI/Permesta".

Pada saat itu Kolonel Permesta H.N.Ventje Sumual sedang berada di Manila. Beberapa hari kemudian, KDMSUT menerima radiogram bahwa Letkol Ventje Sumual telah bertolak ke luar negeri, Singapura, Manila terus ke Tokyo (Sebelumnya diketahui oleh para perwira KDM-SUT bahwa Letkol Sumual masih berada di Sumatera). Ia pergi bersama Mayor Jan M.J. Pantouw (Nun), sedangkan Mayor Arie W. Supit ditugaskan untuk pergi ke Roma.
Hari itu juga Pemerintah Pusat kemudian mengumumkan pemecatan dengan tidak hormat atas Letkol H.N. Ventje Sumual (pangkat yang dinaikkan KSAD menjadi Kolonel, namun belum dilantik secara resmi), Mayor D.J. Somba (Saat itu ia telah menerima kenaikan pangkat otomatis Overste (Letkol) selaku Gubernur Militer/KDM, tapi belum ada kenaikan pangkat resmi) dan Mayor Dolf Runturambi.

Beberapa hari kemudian KSAD memerintahkan untuk menangkap Letkol D.J. Somba, Mayor Dolf Runturambi, Gubernur SUT H.D. Manoppo dan Jan Torar.

Sebetulnya, dengan memutuskan hubungan dengan pusat maka gerakan Permesta sudah mati, karena hanya sekitar 16 dari 51 deklarator Piagam Permesta saja yang berasal dari Sulawesi Utara yang meneruskan gerakan Permesta. Istilah "Permesta" sendiri secara resmi tidak dipergunakan lagi oleh pejabat sipil dan militer di Sulawesi Utara karena sudah menjadi bagian (cabang) dari PRRI di Sumatera; tetapi dalam kenyataannya cabang pemberontakan PRRI Sulawesi utara sering disebut PRRI/Permesta. Selain itu, kata Permesta adalah kata bahasa baku yang dipergunakan oleh kalangan masyarakat umum untuk menyebutkan gerakan ini, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali bahwa gerakan Permesta sudah dilebur ke dalam PRRI sedangkan yang lainnya menyebutkan "PRRI" sebagai suatu gerakan pemberontakan lain yang berdiri sendiri disamping gerakan Permesta (maupun DI/TII Kahar Muzakhar, Daud Beureueh, dll). 


Sejak saat itu, semua penduduk terutama kaum muda, yang semula dikerahkan memanggul alat pembangunan, tiba² diminta berganti peran. Pendaftaran mulai dilakukan dimana², baik untuk mendukung barisan pemuda maupun untuk dinas militer Permesta. Latihan kemiliteran pun mulai tampak dimana². Para pemuda, tak terkecuali gadis², mulai raib dari kampung². Mereka ikut mendaftarkan diri, lalu dikirim ke pusat² latihan. (Kaum wanita Permesta tergabung dalam Pasukan Wanita Permesta (PWP) dengan potongan rambut seperti Kowad/Polwan).
Pendidikan dan latihan secara militer dengan memakai senjata dipusatkan di daerah Mapanget, dilatih oleh para penasehat dari Korps Marinir AS. Pendidikan dengan latihan tempur dalam satuan kompi dan batalyon dilakukan di Remboken, Tompaso dan di daerah perbukitan Langowan. Latihan di sana dipimpin oleh seorang Mayor AD Filipina dengan beberapa perwira APRI (TNI) yang berpendidikan kompi.

Sejumlah penasehat militer Amerika Serikat diselundupkan ke Sumatera dan Minahasa. Berbagai macam persenjataan dikirimkan lewat kapal dan sejumlah pesawat terbang (antara lain pesawat pengangkut DC-3 Dakota, pesawat pemburu Mustang F-51, Beachcraft, Catalina dan pembom B-26 Invander yang berada dibawah Angkatan Udara Revolusioner (AUREV) dengan sekitar 40 awak pesawatnya) juga ikut diperbantukan. Mereka melancarkan kegiatan tersebut dari Pangkalan Udara Militer Amerika Serikat di Clark Airfield, Filipina. Ada juga satuan kepolisian PRRI yang bernama Polisi Revolusioner (Polrev), dan badan intelejen Permesta yang diberi nama Permesta Yard.
Kiriman pertama yang terdiri dari berbagai senjata ringan serta amunisi untuk pasukan infanteri segera dikeluarkan dan dibagi²kan. Beberapa pucuk mitraliur anti pesawat terbang segera dipasang di tempat² strategis di sekitar daerah pelabuhan dan lapangan udara yang sudah ditetapkan sebelumnya. Bersama kiriman persenjataan tersebut juga tiba beberapa instruktur asing, sehingga latihan² pasukan baru dapat segera dimulai.
Permesta saat itu tidak pernah kekurangan senjata. Salah seorang pemasok peralatan militer Permesta dari luar negeri yaitu Mayor Daan E. Mogot mengakui bahwa dari Italia pernah menawarkan kapal perang, tetapi tidak pernah bisa diambil karena alasan teknis. Demikian juga bantuan dana dan perbekalan, dengan mudah bisa didapatkan dari Taiwan, Jepang, Korea Selatan dan Filipina.
Timbunan senjata dan perlengkapan militer terkumpul di Okinawa dan di Filipina. Orang² PRRI dan Permesta, Filipina, Cina, Amerika Serikat dan para sedadu sewaan 'dari negara² lain' juga telah dilatih dan siap di Okinawa dan di Filipina untuk membantu PRRI dan Permesta.
Sekitar satu peleton anggota RPKAD (sekarang Kopassus) yang berasal dari Minahasa yang sedang cuti pulang kampung terjebak Pergolakan. Pasukan Nicholas Sulu tersebut kemudian menjadi tulang punggung WK-III di wilayah Tomohon. Selain itu ada juga sepasukan yang dipimpin oleh bekas anggota RPKAD fam Lahe yang merekrut pemuda² di kampungnya dan membentuk Kompi Lahe yang terkenal kejam akan pembantaian Pasukan Combat (kompi) Lahe di Raanan dan Tokin: Peristwa itu didahului oleh Simon Ottay dari GAP (Gerakan Anti Permesta) - yaitu salah satu organisasi bentukan komunis (PKI) yang menyamar dengan memakai pangkat Kapten Permesta (APREV) mendaftarkan penduduk dari kedua desa tersebut untuk menjadi "anggota" Pasukan Permesta. Setelah ia lari karena diburu pasukan PRRI (Permesta), didapatilah daftar "anggota" tersebut. Tanpa pemeriksaan, langsung saja Kompi Lahe yang dipimpin oleh Montolalu membantai penduduk kedua desa tersebut. Karena tindakan ini dinilai sebagai kejahatan kemanusiaan dan hukum (tanpa pemeriksaan secara saksama), maka Lahe dan Montolalu dikejar pasukan antara lain dari Kapten (?) Tumanduk. Montolalu ditangkap di Sinisir, dan dieksekusi di Mokobang, sedangkan Lahe ditangkap di Remboken.
Sejumlah besar anggota Komando Pemuda Permesta (KoP2) di wilayah Sulawesi Utara dan Tengah dengan sukarela mendaftarkan diri menjadi anggota pasukan Permesta. KoP2 atau yang lebih dikenal sebagai Kopedua ini dipimpin oleh Yan Torar.
Sebelum itu, kegiatan KoP2 adalah membantu pemerintah daerah masing² mengerahkan tenaga dan dana untuk melancarkan pembangunan di daerah².

Sebagian lagi, khususnya pelajar dan mahasiswa, disusun dalam satuan Permesta dengan nama Corps Tentara Peladjar (CTP) dipimpin Jimmy Noya, seorang pemuda asal Ambon (Maluku) serta Wilson H. Buyung. Lambang Corps-TP dan Badge dengan dasar hitam garis lima merah diagonal tersebut hasil inspirasi dari film perang 'To Hell and Back' yang hanya bergaris tiga sebab kebetulan sewaktu tercetusnya Permesta hanya film perang itu saja yang diputar berulang² di bioskop² Manado. Arti warnanya adalah merah hitam berarti berani mati untuk mempertahankan 5 [lima] garis merah berarti Pancasila. Penciptanya adalah Krishna Sumanti [Kris] ex. CTP Manado Jimmy boys.
Semangat pasukan Permesta ini dibakar oleh para ahli psywar dan agitasi, lewat teknik pendekatan dan pembinaaan yang jitu. Patahlangi, Putera Bugis yang terkenal sebagai orator dan agitator berbakat, setiap sore terdengar suaranya lewat Radio Permesta Manado, berpidato berapi² mengobarkan semangat Permesta di kalangan pendengar. Berbagai kehebatan dan keunggulan serta kekuatan Permesta ditonjolkan. Sebaliknya setiap kelemahan pihak lawan dipaparkan, dan keburukan ditelanjangi.
Slogan perjuangan saat itu adalah: "Permesta Pasti Menang". 

Fenomena yang terjadi akibat situasi Pergolakan ini antara lain mewabahnya demam mistik. Kepercayaan terhadap kekuatan mistik Opo² yang sangat diyakini leluhur orang Minahasa, kembali mengental. Kekebalan tubuh terhadap bacokan atau tembakan senjata merupakan hal yang paling laris dalam situasi yang siap bertempur tersebut. Orang pintar yang disebut Tonaas bermunculan di kampung². Jimat² tersebut ada yang berbentuk batu cincin, keris, sapu tangan, atau ikat pinggang jimat. Yang paling disukai dan dianggap hebat kesaktiannya adalah ikat pinggang jimat, berupa batu² kecil ataupun akar²an yang telah dibungkus dengan kain merah, beruas² yang disebut Sembilan Buku (Ruas). Selain itu ada jimat penghilang tubuh serta jimat terbang yang juga menjadi 'dagangan' laris saat itu, dan ada juga jimat yang diberikan dalam bentuk air yang diminum atau dimandikan.
Tokoh² sakti yang menjadi idola saat itu antara lain adalah Nok Korompis, Daan Karamoy, Gerson (Goan) Sangkaeng, Len Karamoy, Yan Timbuleng, serta banyak lagi orang sakti lainnya yang menjadi pimpinan Permesta ketika itu.
Salah satu akibat utama dari mistik ini adalah banyak menimbulkan perpecahan bahkan lucut- melucuti senjata, serta kudeta kekuasaan di antara sesama pasukan. Hal ini merupakan kelemahan fatal bagi keutuhan dan kekuatan Permesta, sebab seorang bawahan yang merasa dirinya sakti, bisa saja melawan atasannya).

18 Februari1958

Dalam putusannya, Pemerintah Pusat di Jakarta melalui siaran radio RRI Pusat, menyatakan bahwa Letkol D.J. Somba dan Mayor Dolf Runturambi dipecat dari dinas militer TNI-AD dalam APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia).

19 Februari 1958 


 Letkol D.J. Somba hari ini secara sepihak melaksanakan pembagian KDM-SUT yang sudah lama direncanakan itu dalam dua resimen. Mayor Dolf Runturambi ditugaskan menjadi Komandan Sektor I/Resimen Team Pertempuran (RTP) "Ular Hitam", yang meliputi Sangihe-Talaud, Minahasa, dan Bolaang Mongondow; dan Mayor Jan Wellem (Dee) Gerungan dilantik sebagai komandan Sektor II Resimen Team Pertempuran "Anoa", di Sulawesi Tengah dengan markas besar di Poso. 
KSAD Mayjen A.H. Nasution menyatakan bahwa Angkatan Darat mendukung Demokrasi Terpimpin.
Masa ini adalah untuk pertama kalinya Presiden Soekarno merasa berada dalam dukungan ideologis dari pimpinan tentara. Ini menjadi salah satu kedekatan yang istimewa antara Presiden Soekarno dengan KSAD Jenderal Mayor A.H. Nasution. Sugesti dari pihak militer jelas sangat berperan pada keputusan Soekarno, yang kendati sejak awal berusaha berbaik dengan para panglimanya di daerah.

 Presiden Ir. Soekarno bertemu dengan Drs. Mohammad Hatta guna membicarakan situasi yang terjadi akhir² ini. Mereka bertemu lagi tanggal 3 Maret. 


Volcano_Lokon_udara2-North
Areal Gunung Lokon dilihat dari udara
Hari ini, Gunung Lokon mulai menampakkan kegiatannya dengan sebuah letusan kecil yang memuntahkan lapili di sekitar kawah. Kemudian letusan Lokon terjadi pada tanggal 4, 16-17 Maret, 3-4 Mei tahun ini juga. Kegiatan letusan Lokon ini berlangsung sepanjang tahun. Letusan ini dilanjutkan hingga berakhir pada tanggal 23 Desember 1959- tahun berikutnya. Selama tahun 1959 Lokon memuntahkan abu diselingi letusan kuat yang melontarkan batu. Hujan abu turun di sekitarnya. Dalam bulan Agustus, September dan November tahun 1959 tidak terjadi letusan.
Konon, letusan Gunung Lokon ini dipercaya orang terjadi akibat peringatan dewa Minahasa (opo) berkaitan dengan mulainya prahara Pergolakan Permesta - perang saudara antara Pemerintah Pusat dengan PRRI di Minahasa.  

20 Februari1958

Perintah untuk melakukan operasi militer secara terbuka bergulir dari Jakarta pada tanggal 20 Februari 1958.
Keputusan ini diambil Jakarta sehubungan berakhirnya ultimatum pemerintah pusat kepada PRRI untuk menyerah. Maka hari itu, dua pesawat B-25 dengan penerbang Kapten Sri Muljono dan Mayor Soetopo mendapat perintah menyebarkan pamflet yang berisi himbauan agar PRRI menyerah. Sebelum menuju daerah tujuan, kedua pesawat mendarat di Astra Setra, Lampung agar tidak diketahui Letkol Barlian, Komandan Sumatera Selatan. Barulah esok paginya kedua pesawat terbang menyusuri pantai barat Sumatera. Setelah terbang sekitar hampir dua jam, mereka mulai memasuki pantai Padang dan menebarkan pamflet.

Permesta membalas perintah tersebut dengan mengumandangkan semboyan:

"HANJA KALAU KERING DANAU TONDANO, RATA GUNUNG LOKON, KLABAT DAN 

SOPUTAN BARU TENTARA DJUANDA DAPAT MENGINDJAKKAN KAKINJA DIMINAHASA." 

21 Februari1958

Hari ini, pemerintahan PRRI-Permesta di Sulut menerima radiogram dari Letkol Ventje Sumual, yang memerintahkan untuk mengadakan telaahan staf mengenai persiapan² militer menghadapi ofensif Jakarta. Selanjutnya kepada Mayor J.W. (Dee) Gerungan ditugaskan untuk membuat konsep rencana ofensif terhadap ofensif pusat bersama Mayor Eddie Gagola, yang menyusun rencana pembentukan WK 

(Wehrkreisse).  

 22 Februari 1958

 Pada pagi hari, pesawat B-25 Mitchell AURI yang dikemudikan oleh Mayor (Pnb) Leo Wattimena dan Mayor (Pnb) Omar Dhani, menjatuhkan bom pada beberapa sasaran yang dianggap vital, antara lain studio RRI Manado (yang waktu itu adalah Studio Radio Permesta), Asrama Tentara, Markas Angkatan Darat Permesta di Jl. Sario, kompleks perumahan perwira² pimpinan Permesta di Sario, serta rumah mertua Ventje Sumual, dan juga Rumah Sakit "Gunung Maria" Tomohon, walaupun sudah dicat Palang Merah di atapnya.
Batalyon 714 hanya memiliki beberapa pucuk mitraliur 12,7 mm. Satuan itu segera diperintahkan untuk menempatkan di atas jip² guna menghadapi serangan ulang AURI.
studio RRI hancur
atap studio Radio Permesta yang hancur dibom

Pemboman terhadap Manado ini mempercepat kepulangan dua tokoh militer asal Minahasa yang berpengaruh yaitu Kolonel Alex E. Kawilarang (Atase Militer KBRI Wshington,DC/USA) dan Kolonel J.F. Warouw (Atase Militer KBRI Peking/Cina) ke daerah asalnya. KSAD Mayjen A.H. Nasution sebelumnya telah menerima beberapa kawat telegram dari Alex Kawilarang dan sebuah kawat dari Joop Warouw. Namun, kawat terakhir dari Alex Kawilarang beberapa saat sebelum pemboman atas Manado berisi kecaman keras atas tindakan Pemerintah Pusat terhadap daerah² yang bergolak. 


23 Februari 1958

Pukul 14.00, muncul pesawat terbang dengan kode Filipina di Lapangan Mapanget yang membawa KSAD PRRI Letkol Ventje Sumual. Landasan beton saat itu telah dibarikade dengan truk², dan beberapa stomwals. Kemudian, pesawat yang membawanya lepas landas beberapa menit kemudian.
Pengiriman senjata² terhadap Permesta telah tiba hari ini di Manado. Bersamaan dengan tibanya Letkol Ventje Sumual dari luar negeri. Kolonel Sumual mengatakan bahwa mereka memperoleh persenjataan pertama untuk Permesta di Manila, Filipina dan Taipei, Taiwan. 

24 Februari 1958

Dua hari setelah Manado dibom, KDM-SUT mengeluarkan seruan kepada semua bekas KNIL yang telah mendapat latihan dalam pasukan antipesawat udara dan senjata berat agar melapor untuk didinaskan. Kira² 2.000 orang melaksanakan seruan tersebut, termasuk diantaranya ayah Kolonel Joop Warouw.  

26 Februari 1958


Letkol H.N.Ventje Sumual (NRP 15958) secara resmi dipecat dari TNI. 

26-27 Februari 1958

RESOLUSI Konferensi Veteran Sulawesi Utara/Tengah jang dilaksanakan
di Manado dan dihadiri oleh tokoh² Veteran, wakil² kelaskaran serta
wakil dari daerah Luwuk Banggai, Posso, Palu/Donggala, Bolaang 
Mongondow, Minahasa, Manado, Sangir Talaud dan Gorontalo membahas 
setjara mendalam pergolakan² di tanah air pada saat itu, menjimpulkan 
keputusan sebagai berikut:

A. 1. Mendukung sepenuhnja pernjataan KDM/Gubernur Militer SUT 
      jang ditetapkan tanggal 17-2-1958.
   2. Mengutuk tindakan Djuanda & KSAD terhadap pergolakan 
      di Sumatera Tengah dan Sulawesi Utara.
   3. Sehidup semati dengan tokoh² Permesta seraja menentang keras 
      perintah KSAD tentang pemetjatan/penangkapan Somba cs.
B. 1. Mendesak supaja semua anggota Veteran dipersendjatai kembali, 
      untuk merealisasikan dan mempertahankan PERMESTA.
   2. Supaya dibentuk kesatuan Veteran bersendjata 
      jang dipimpin oleh Veteran.
   3. Agar penjusunan kesatuan² tersebut dipertjajakan kepada 
      Veteran, jang disesuaikan dengan ketentuan² Gubernur Militer.
   4. Supaya segera menempatkan tenaga² Veteran pada segala bidang.

Atas nama Konperensi Veteran,
t.t.d. - 1. John F. Malonda (Ketua),
         2. S.D. Wuisan, 
         3. Dj.A. Musmar, 
         4. A.F. Nelwan, 
         5. Theo Najoan, 
         6. H. D. Johannis, 
         7. W. Malele, 
         8. Kol. Tinangon, 
         9. R.R.Lumi, 
         10. Wim Gerungan, 
         11. John Somba, 
         12. Se8l Ali Sakibu, 
         13. Abd. Haris Renggah, 
         14. Anang Idjah, 
         15. F.S.U. Siwu, 
         16. Ibu Lasut-Monding, 
         17. Ibu Mewengkang-Tampi.


28 Februari 1958


Menurut harian Tan Kung Pau, Jan Pantouw berada di Hongkong hari ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tags

Entri Populer