English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 08 Juni 2011

Meluruskan Sejarah Serangan Oemoem 1 Maret 1949: Pencetusnya Sultan HB IX Bukan Soeharto



Masih ingat pada masa pemerintahan Soeharto saat berkuasa, setiap menjelang 1 Maret diputar film dokumenter: Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949 melalui TVRI. Tujuannya selalu mengenang peristiwa bersejarah melalui SO 1 Maret yang dipimin Letkol Soeharto sebagai Komandan menunjukkan keberhasilan Tentara Republik Indonesia menguasai kembali kota Yogyakarta sebagai Ibukota Negara RI sementara dari tangan penjajah Belanda.



Waktu itu berulangkali komentator melalui TVRI menyebutkan bahwa SO 1 Maret 1949 adalah jasa dari Letkol Soeharto (almarhum-pangkat Jenderal Besar). Namun sejarah otentik tidak bisa ditipu berdasarkan keterangan beberapa saksi hidup menyatakan, bahwa penggagas utama timbulnya SO 1 Maret adalah Sultan Hamengkubuwono IX, bukannya Letkol Soeharto. Karena selama ini yang mengklaim gagasan tersebut adalah Soeharto, sehingga rakyat percaya. Tidak ada yang berani membantah termasuk para saksi hidup yang berperan ikut serta mencetuskan ide SO 1 Maret 1949.

Awal Mula




Beberapa minggu sebelum diluncurkan SO 1 Maret, tepatnya pada 14 Februari 1949 GBPH Prabuningrat (kakak Sri Sultan HB IX) mengantar Letkol Soeharto untuk menghadap Sri Sultan HB selaku Menteri Negara Keamanan RI dan Gubernur DIY. Pertemuan secara rahasia berlangsung di Pendopo Dalem Kraton Yogyakarta. Di situlah Sultan HB IX mencetuskan untuk segera membebaskan Kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda.
Gagasan ini kemudian dikenal dengan peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret 1949. Sri Sultan memerintahkan kepada Letkol Soeharto untuk memimpin SO 1 Maret 1949 dengan kedudukan sebagai Komandan.
Namun demikian sudah jelas tanggal dan tempat pertemuan serta beberapa saksi, tapi mengapa Letkol Soeharto membantah dengan menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mengadakan rapat atau pertemuan dengan Sri Sultan HB IX. Soeharto mengaku bertemu Sultan HB IX pada 1 Maret ketika dirinya menyatakan sebagai Komandan SO 1 Maret 1949, bukan pada 14 Februari 1949.



Di sini ada unsur kesengajaan dari Soeharto untuk memutarkan balikkan fakta sejarah. Padahal banyak saksi yang menjaga di luar sidang pertemuan tertutup, termasuk Marsudi dan Prabuningrat serta abdi dalem kraton.
Dari sumber lain yang saya peroleh bahwa gagasan dari Sri SultanHBIX untuk melancarkan SO 1 Maret 1949 untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Yogyakarta khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya, bahwa Republik Indonesia dengan Pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Soekarno masih berdiri tegak dengan pemerintahan yang sudah dibentuk dengan beberapa menteri. Di samping itu, kepada dunia luar, terutama Dewan Keamanan PBB menunjukkan bahwa Yogyakarta sebagai Ibu Kota Negara RI masih berdiri tegak dan tidak pernah diperintah Belanda.
Tujuan lain menunjukkan bahwa Sri Sultan HB IX sebagai Pemimpin Rakyat Mataram dan Menteri Negara Keamanan RI dan tetap menjadi kepercayaan rakyatnya yang tetap setia. Dengan gagasan untuk melancarkan SO 1 Maret 1949, seluruh rakyat Yogyakarta bahwa sampai di luar kota mendukung kebijaksanaan Sultan untuk membebaskan KotaYogyakarta dari ancaman penjajah Belanda.
Karena Sultan HB IX tidak punya pasukan, maka dalam pertemuan di ndalem Kraton pada 14 Februari 1949 Sultan HB IX mengirim surat kepada Panglima Besar Jendral Soedirman mohon izin untuk melancarkan serangan 1 Maret 1949. Jendral Soedirman menyaraknan kepada Sri Sultan HB IX agar menghubungi Letkol Soeharto.



Dari situlah kemudian atas izin Panglima Besar Soedirman diangkat Letkol Soeharto sebagai Komandan SO 1 Maret 1949.
Dalam perkembangan selanjutnya setelah Soeharto menjadi Presiden RI ke dua, sekitar tahun 1980 menerbitkan buku karangannya dengan judul “ Pikiran, Ucapan dan Tindakan“. Sekali lagi dalam buku tersebut pak Harto telah memutarkan fakta dan sejarah dari gagasan SO 1 Maret 1949. Dalam buku tersebut Pak Harto masih saja bersikukuh menyebutkan bahwa bahwa pada 14 Februari 1949 dirinya tidak pernah bertemu Sultan HB IX apalagi mengadakan rapat tertutup.
Sementara itu Wakil Ketua DPR-RI Soetardjo Soerjoguritno pernah minta kepada Megawati (waktu itu Presiden RI) perlu menyikapi secara cermat tentang prakarsa dan sejarah terbentuknya SO 1 Maret 1949 yang selama ini diklaim oleh Soeharto. Hal ini sangat penting bagi generasi muda agar tidak terjebak dengan pemutar balikkan fakta sejarah yang sebenarnya.
Dalam kontek Budaya malu, alangkah baiknya kita berani mengatakan benar pada sejarah yang benar, dan malu kita mengada -ada atau memutar balikkan sejarah hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, karena Sejarah adalah amanah dari Tuhan bagi kita anak bangsa Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tags

Entri Populer