English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 08 Juni 2011

Tokyo mengakui kesalahan pemutar balikan fakta sejarah dalam buku pelajaran sekolah

Tokyo mengakui kesalahan pemutar balikan fakta sejarah dalam buku pelajaran sekolah



Walaupun agak terlambat, pemerintah Jepang akhirnya mengakui telah melakukan pemutar balikan fakta sejarah tentang pembunuhan massal di Okinawa menjelang berakhirnya perang Pasifik. Korea menyambut baik keputusan pemerintah Tokyo tersebut. Dengan menghindari beberapa ungkapan keras, seperti “kekerasan militer”, pemerintah Tokyo menghubungkan pembunuhan massal tersebut dengan “campur tangan militer”, dengan mengatakan pendidikan militer pada saat perang telah mengarah pada tindakan tragis tersebut. Gubernur Okinawa, Nakaima Hirokaz pernah memimpin protes menentang pemutar balikan fakta sejarah yang dilakukan pemerintah pusat. Pada masa pertempuran Okinawa di akhir perang dunia kedua, tentara Jepang memaksa penduduk Okinawa untuk melakukan tindakan “mati secara terhormat”. Ribuan anggota masyarakat melakukan bunuh diri dan juga membunuh keluarga mereka, dengan granat tangan yang diberikan kepada mereka oleh tentara atau orang lain. Sejak dulu sudah diketahui dengan baik , bahwa tentara penjajah Jepang sangat bertanggung jawab atas tragedi kematian penduduk tidak berdosa tersebut. Akan tetapi mantan PM Jepang, Shinzo Abe menegaskan bahwa militer tidak terlibat dalam kejahatan keji tersebut dan memerintahkan para penerbit untuk membuang halaman yang memuat keterlibatan militer, sehingga menyebabkan perbedaan pendapat diantara beberapa ahli sejarah. Karena fakta sejarah telah diputar balikkan, sekitar 110.000 penduduk Okinawa mengadakan demonstrasi besar-besaran



pada akhir bulan Septerber. Jepang sangat di cela dalam lingkungan masyarakat global, karena membantah telah memobilisasi wanita penghibur bagi para tentaranya. Namun pemerintah Tokyo membela diri dengan mengatakan tidak ada bukti-bukti kuat yang mendukung tuduhan tersebut. Pelecehan seks pada masa perang tersebut telah menjadi isu keprihatinan global. Masyarakat internasional telah mengeluarkan serangkaian resolusi yang menuntut permitaan maaf secara resmi dari pemerintah Jepang. Belum lama ini Parlemen Eropa mengeluarkan sebuah resolusi baru yang berjudul “ Keadilan bagi Wanita Penghibur” Tindakan parlemen Eropa tersebut merupakan yang keempat setelah parlemen AS, Kanada, dan Belanda yang kemudian akan disusul oleh Australia dan Philipina. Resolusi yang dikeluarkan oleh parlemen Eropa menghimbau agar pemerintah Jepang meminta maaf secara resmi atas kejahatan pada masa perang Dunia II tersebut. Pada saat itu, penjajah Jepang secara paksa mengumpulkan lebih dari 200.000 wanita Asia yang dijadikan sebagai wanita penghibur bagi para serdadunya. Parlemen Eropa juga menuntut agar Jepang menjelaskan kebenaran dalam buku sejarah pelajaran sekolah, serta memberikan ganti rugi bagi para korban atas penderitaan mereka. Resolusi parlemen Eropa memiliki makna yang sangat penting karena memandang kejadian itu bukan sebagai masa lalu Asia, tetapi sebagai masalah hak azasi wanita saat ini dan masa depan. Pemerintah Jepang seharusnya tidak menutup telinga atas kenyataan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tags

Entri Populer