English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 08 Juni 2011

menghalalkan segala cara untuk bisa korrupsi



DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) melarang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Al Amin Nasution, tersangka penerima suap dari Sekda Kabupaten Bintan, Azirwan. DPR menuding KPK sebagai lembaga yang terlalu super alias super body.
Lalu timbul bisik-bisik di kalangan DPR kemudian melontarkan wacana untuk merevisi UU 20/2002 tentang KPK. Bahkan secara mengejutkan terlontar usulan untuk membubarkan lembaga antikorupsi itu.
Ide yang dinilai gila itu dilontarkan oleh Ahmad Fauzi, politisi Partai Demokrat. Ia berkilah, usulan pembubaran KPK tidak ada kaitannya dengan kasus suap yang membelit Al Amin.
Menurut Fauzi, tugas pemberantasan korupsi sudah bisa dikembalikan kepada kepolisian dan kejaksaan yang katanya sudah mulai membaik. Sebaliknya ia menilai bahwa fungsi KPK juga tidak optimal. Dia menyebut 6.000 pengaduan kasus korupsi tahun 2006, namun hanya 7 kasus yang diproses KPK.
Penilaian Fauzi bahwa kepolisian dan kejaksaan sudah membaik dalam penanganan kasus korupsi juga sangat bisa diperdebatkan. DPR mengabaikan fakta bahwa belakangan ini ada banyak kasus di mana polisi dan jaksa malah menjadi pelaku korupsi. Di antaranya Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima suap terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atau kasus illegal logging dan penyelundupan yang melibatkan oknum polisi di Kalimantan dan Sumatra.
Tak hanya Fauzi yang menunjukkan sikap tak suka kepada KPK. Rapat pimpinan DPR, Kamis (24/4/2008),




mendukung kebijakan Ketua DPR Agung Laksono untuk melarang penyidik KPK menggeledah 7 ruang di DPR, termasuk ruang Komisi IV (Komisi Kehutanan).
DPR menilai penggeledahan itu tidak sesuai prosedur dan etika. Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Irsyad Sudiro dan Wakil Ketua BK DPR Gayus Lumbuun, serta sejumlah fraksi juga bersikap menolak penggeledahan tersebut. Mereka meminta surat izin penggeledahan dari pengadilan. Padahal penggeledahan itu untuk menyelidiki kasus suap yang membelit Al Amin dan telah sesuai dengan amanat undang-undang.
Sikap DPR itu justru menunjukkan bahwa mereka lah sesungguhnya lembaga super body itu. Upaya mempersulit upaya KPK mengungkap korupsi di tubuh DPR, menunjukkan bahwa DPR seolah merasa memiliki kekebalan hukum.
Terlihat ada upaya DPR melindungi anggotanya yang terlibat kasus korupsi. Apalagi yang bersangkutan telah berstatus tersangka. Ini Semakin memperkuat dugaan bahwa bukan hanya Al Amin saja yang terlibat kasus korupsi, tetapi mungkin saja dilakukan secara berjamaah bersama anggota DPR lainnya.
Seperti dikutip dari detikcom, pengamat hukum UGM Zaenal Arifin Mochtar menilai permintaan DPR untuk membubarkan KPK kian menunjukkan anggota DPR kolot dan naif. Dia menduga virus korupsi sudah


Al Amin

menyerang para anggota DPR, sehingga langsung kebakaran jenggot ketika ada anggotanya diperiksa KPK.
Permintaan pembubaran KPK oleh DPR menjadi bukti bahwa anggota DPR tidak berpikir tentang negara ini dan pemberantasan korupsi. Apabila kinerja KPK dinilai belum optimal, maka yang seharusnya dilakukan adalah optimalisasi dan bukannya dirobohkan. Bahkan Zaenal mengusulkan pembentukan KPK di daerah bila memang banyak kasus belum ditangani. Bukannya malah dibubarkan.
Sikap DPR justru membuat masyarakat semakin yakin bahwa DPR adalah lembaga paling korup. Ibaratnya, buruk rupa cermin dibelah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tags

Entri Populer