English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 01 Agustus 2010

APA KATA BUNG HATTA DISANA ???

3-wkl.Pres.Hatta. 15-8-1950 - 1-12-1956Bung Hatta adalah Bapak Koperasi, demikian yang kita pahami.  Namun, apa yang diperjuangkan beliau belum banyak yang memahami.     Bung Hatta seolah ingin menunjukkan kepada bangsa ini, bahwa orang yang memahami nilai-nilai koperasi, adalah orang yang jujur dan amanah, tidak khianat.     Pemimpin berjiwa koperasi bukanlah pemimpin yang korup dan mementingkan diri sendiri.  Sebagaimana yang kemudian pada tahun 1995 dinyatakan oleh International Co-operative Allliance tentang Nilai-nilai Koperasi, bahwa para koperasiwan percaya pada nilai-nilai etis dari kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial serta kepedulian pada orang lain.

Fenomena gagalnya pembentukan Pansus Bulog II belum lama ini, disinyalir karena adanya “aksi ko-operatif” yang sangat harmonis antara pihak-pihak yang diduga terimbas dana tersebut.  Semakin runtuhlah semangat dan optimisme sebagian kecil anggota parlemen dan sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap kelangsungan agenda reformasi terkait dengan pengikisan budaya KKN.

Koperasi = Koper Isi
Saat membuka Kongres Koperasi Indonesia tahun 1956, Bung Hata berpidato dengan membanggakan kelembagaan koperasi yang terbebas dari isu korupsi:  “Manakala di masa sekarang dimana setiap surat kabar memuat berita tentang korupsi, kita gembira melihat kalangan koperasi hampir tidak ada korupsi” (Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, hal 180).  Seandainya saat ini beliau masih hidup, maka beliau akan menangis melihat kenyataan bahwa dunia koperasi Indonesia sudah sarat dengan isu korupsi.   Dunia koperasi yang sudah terimbas budaya korupsi dari para pemimpin negeri.  Tidak ada lagi kebanggan terhadap gerakan koperasi nasional yang diharapkan  menjadi benteng pertahanan mental kejujuran.

Demikian pula, sangat menyedihkan membaca buku “Co-operative Entrepreneurship” tulisan Prof Jochen Roepke (1992) dari Marburg University, dimana menampilkan sebuah tabel satu halaman penuh berisi daftar kasus korupsi dan manipulasi yang dilakukan para penggerak koperasi di Indonesia.   Secara berseloroh diungkapkan bahwa dalam istilah Indonesia pengertian koperasi dihubungkan dengan korupsi melalui kata “koperisi” (isi koper). 
Pendangkalan makna koperasi di kalangan masyarakat Indonesia sudah sampai pada titik nadir.  Sampai ada yang menyarankan untuk menghapus sama sekali kata koperasi dalam perbendaharaan bahasa kita, dan menggunakan istilah lainnya, seperti paguyuban atau gotong-royong.  Citra koperasi sudah terlalu buruk di kalangan masyarakat.

Semangat yang Melemah
Masalah sebenarnya bukan pada baik-buruknya istilah koperasi, namun terletak pada sejauh mana proses pemaknaan yang tepat terhadap koperasi dapat tersampaikan kepada mayarakat.   Seandainya saja tidak dicekal oleh pemerintahan Orde Lama saat itu, niscaya Bung Hatta akan selalu menyampaikan pidato khusus untuk memperingati Hari Koperasi setiap tahunnya.  Pidato yang mengungkapkan berbagai tahapan keberhasilan dari gerakan koperasi baik yang terjadi pada lingkup lokal, nasional maupun internasional.  Pidato yang membangkitkan semangat dan optimisme para pencinta gerakan koperasi.  Pidato yang memberikan pencerahan terhadap masyarakat untuk memaknai secara benar gerakan koperasi sebagai gerakan yang memperjuangkan perekonomian rakyat.   Jika dibaca lagi kumpulan pidatonya, seolah Bung Hatta tampil bagaikan seorang orator yang terus membakar semangat bangsa untuk memajukan koperasi.

Saat ini pidato pembakar semangat semacam itu sulit kita jumpai.  Bahkan sebaliknya, masyarakat selalu dicekoki dengan informasi negatif yang mematahkan optimisme terhadap kelembagaan koperasi.   Mungkinkah ini dikarenakan para pemimpin kita kurang memahami koperasi?  Atau tidak bersemangat lagi memperjuangkannya?   Ungkapan kata koperasi dalam pidato pejabat saat ini lebih terkesan sebagai basa-basi,  terasakan kering dari nuansa dan ruh gerakan koperasi.

11-wkl.Pre.Hamzah Haz-26-7-2001 - 20-10-2004 Setitik harapan muncul saat terpilihnya Dr. Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden, dimana beliau merupakan alumni salah satu Akademi Koperasi.  Entah mengapa, sampai saat ini masih belum dirasakan terobosan berarti dalam memajukan gerakan koperasi nasional. 
Semangat yang melemah semakin dirasakan saat pengembangan koperasi disejajarkan kepentingannya dengan pengembangan usaha kecil dan menengah.  Keduanya berada dalam satu atap sejak Soeharto merasa upaya pengembangan koperasi sudah mencapai titik jenuh kelelahan.   Penulis pribadi sangat mendukung upaya pengembangan usaha kecil dan menengah.  Namun sangat mengkhawatirkan jika perhatian pada pengembangan gerakan koperasi nasional menjadi semakin lemah dan kita terlalai menyadarinya.

Pengalihan isu ini juga dirasakan dalam berbagai program pengembangan SDM koperasi. Dengan beralihnya bentuk Depertemen menjadi Menteri Negara Kopeasi dan Usaha Kecil pada era Gus Dur, maka salah satu institusi pengembangan SDM koperasi yaitu Pusdiklatkop pun dihapuskan.  Lembaga-lembaga pendidikan koperasi secara perlahan mengalihkan orientasi kurikulumnya pada pengembangan usaha kecil dan menengah.  Pernah terjadi demonstrasi mahasiswa Program Studi Manajemen Koperasi dan Kewirausahaan pada salah satu universitas ternama, yang menuntut agar istilah koperasi dicoret dari nama program studi tersebut.  Hasil wawancara tertulis terhadap beberapa mahasiswa tingkat akhir program studi tersebut menunjukkan kurangnya minat terhadap pengembangan koperasi.  Mereka lebih teratarik pada isu kewirausahaan untuk pengembangan usaha kecil.

Pentingnya Pendidikan Koperasi
Upaya menumbuhkan semangat dan optimisme terhadap kelembagaan koperasi mau tidak mau harus ditempuh melalui pendidikan koperasi secara benar.   Denmark sebagai negara koperasi,  berhasil karena memiliki sistem pendidikan koperasi yang baik.   Sejak dini Bung Hatta sudah menekankan pentingnya pendidikan koperasi ini.  Namun beliau juga mengakui bahwa kesulitan besar yang dihadapi bangsa ini adalah kurangnya tenaga pendidik yang tepat untuk koperasi.  Menurut Bung Hatta bahwa mengajar koperasi bukan semata-mata mengajarkan ekonomi, tapi juga harus dilandaskan pada cita-cita yang berdasar pada perikemanusiaan.  Dengannya diharapkan dari kalangan koperasi akan muncul para pemimpin ekonomi bangsa yang sehat.  Para pemimpin yang bangkit bersama nilai-nilai koperasi.

Sayangnya pendidikan koperasi saat ini merupakan pendidikan yang boleh dikata terlupakan urgensinya.  Pendidikan yang diberikan sekenanya, sekedar untuk memenuhi tuntutan kurikulum nasional.  Pada tingkat perguruan tinggi, pendidikan koperasi diberikan hanya pada fakultas ekonomi dan fakultas pertanian.  Itu pun umumnya hanya satu semester.   Pelaksanaan perkuliahan koperasi berjalan tidak optimal.  Demikian paling tidak diakui oleh para staf pengajar koperasi dalam suatu studi yang dilakukan penulis terhadap para pengajar koperasi di berbagai universitas di tanah air.  Hasilnya, sama sekali jauh dari memuaskan, baik bagi mahasiswa yang menerima maupun dosen yang mengajarkannya.  Alasan bagi mahasiswa adalah kurang menariknya meteri dan metode pengajaran.  Sementara alasan dari kalangan pengajar dikarenakan kurangnya wawasan, literatur dan informasi mengenai koperasi.  Kiranya tepatlah sinyalemen yang diungkapkan oleh Prof Muenkner, salah seorang pakar International Co-operative Alliance, bahwa proses pendidikan koperasi di Indonesia diibaratkan bagai orang buta yang mengajar orang buta.  Kedua pihak sama-sama tidak tahu secara persis tentang koperasi.

Suatu hal yang wajar jika sangat sedikit sekali dari alumni perguruan tinggi yang mau terlibat dalam kelembagaan koperasi.  Perguruan tinggi umumnya baru bisa meluluskan alumni yang secara mentalitas siap berkarya pada perusahaan swasta atau lembaga pemerintah (pegawai negeri), belum lagi pada dunia koperasi.

Langkah Pembenahan
Peran Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM sangat diperlukan dalam membenahi sistem pendidikan koperasi, paling tidak hal tersebut dikerjsamakan dengan Departemen Pendidikan Nasional.  Terutama pada pendidikan di perguruan tinggi.  Karena pada tingkat inilah orientasi tenaga kerja produktif lebih mudah diarahkan.   Dunia mahasiswa senantiasa diwarnai idealisme yang tinggi untuk membangun bangsa yang terpuruk.  Itulah saat yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai luhur koperasi yaitu kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial serta kepedulian pada orang lain.   Selain itu, perguruan tinggi saat ini cukup tersebar di setiap propinsi tanah air, bahkan dengan otonomi daerah, semakin banyak perguruan tinggi akan tumbuh di tingkat Kabupaten/kota.  Beberapa langkah konkrit yang perlu diupayakan adalah:

Pertama, dengan memperbaiki kurikulum pendidikan koperasi di perguruan tinggi.   Kurikulum saat ini kurang memberikan motivasi kepada mahasiswa terhadap gerakan koperasi.  Penggambaran akan keberhasilan koperasi di dunia internasional perlu mendapat penekanan untuk membongkar sikap pesimistis terhadap dunia koperasi nasional yang masih jauh tertinggal.  Selain itu interaksi langsung dengan dunia koperasi perlu ditingkatkan, sehingga pendidikan koperasi tidak terkesan teoritis, sekaligus membangkitkan motivasi untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa melalui kelembagaan koperasi.

Kedua, dengan pengadaan literatur perkoperasian, baik berupa buku, jurnal maupun pemberitaan koperasi tingkat nasional dan internasional.  Hal ini sangat penting agar para pendidik koperasi tidak lagi bagai katak di bawah tempurung. Penulis sempat kebingungan memilih literatur karena begitu banyaknya literatur koperasi yang sangat bagus di institut tempat penulis belajar saat ini di Jerman, seperti hal bingungnya penulis karena kekurangan literatur koperasi di institut tempat penulis bekerja di Indonesia.  Pengadaan dan penerjemahan literatur koperasi sangat mendesak untuk diupayakan.

Ketiga adalah proses kaderisasi tenaga pendidik koperasi itu sendiri.  Tenaga pendidik yang tahu persis apa yang diajarkan.  Sebagaimana yang dimaksudkan Bung Hatta, para pendidik yang memiliki integritas, semangat dan keluhurun jiwa seorang koperasiwan.  Kaderisasi dilakukan dengan pengiriman staf untuk tugas belajar ke negara-negara yang maju gerakan koperasinya, dan juga melalui upgraiding berkala untuk pengembangan wawasan mengenai dunia perkoperasian.  Kaderisasi juga diwujudkan dengan membangun kerjasama sinergis (co-operative actions) antara sesama pendidik koperasi dalam mengatasi permasalahan pendidikan koperasi.

Diharapkan ketiga langkah ini akan memberikan mutitplier effect yang tinggi, karena pada gilirannya diharapkan akan lahir ribuan calon-calon penggerak koperasi di masa depan.  Calon pemimpin yang memiliki semangat dan dedikasi tinggi memajukan koperasi.  Calon pemimpin koperasi yang jujur dan bersih sebagaimana halnya Bapak Koperasi kita.  Semoga Bung Hatta tidak lagi menangis.

logo koperasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tags

Entri Populer