Mungkin ini bukan sepenuhnya berita off the record,
namun ada sebuah keanehan karena hampir semua berita terkait kunjungan Maya Soetoro (adik tiri Presiden AS) ke Yogyakarta baru-baru ini. Semua media,
entah karena tidak jeli atau karena ada pangarahan keredaksian
menyiarkan kunjungan ini agar fokus sajian berita seputar kunjungan MS
sekadar nostalgia dan wisata.
| |||||||||||||
Terkait
pemberitaan seputar Maya Soetoro ke Yogya, yang di luar acara wisata dan
nostalgia, boleh dibilang tidak ada. Padahal menurut sumber-sumber
terpercaya, dalam kunjungan antara 10 Juli hingga 17 Juli tersebut ada
beberapa pertemuan informal, seperti yang kami jelaskan di atas, dan hal
ini mengindikasikan adanya “kepentingan khusus” mewakili Pemerintahan
AS di Gedung Putih.
Begitupun,
setelah kunjungan Maya Soetoro berakhir dan kembali ke Washington, ada sebuah
berita kecil di salah satu situs berita pada 25 Juni 2013. Dan situs
berita tersebut anehnya merupakan satu-satunya media yang mengangkat
berita ekslusif tersebut. Situs berita tersebut mengangkat berita yang
bersumber dari Gubernur Papua Lukas Enembe sehubungan pertemuannya
dengan MS. Dan dalam berita itu diwartakan bahwa Lukas dijanjikan akan
diatur pertemuan khusus dengan Presiden Obama. Namun anehnya, selang
beberapa waktu kemudian, meski di hari yang sama, situs berita ini
sekali lagi meng-update berita tersebut yang persis sama dengan berita
sebelumnya, namun kali ini ada tambahan berupa berita bantahan dari
pihak MS bahwa dirinya tidak benar jika bersedia mengatur dan
memfasilitasi pertemuan Gubernur Lukas dengan Presiden Obama. Bantahan
MS mengindikasikan bahwa dia cukup gusar bukan pada klaim Gubernur
Enembe, melainkan fakta bahwa dirinya telah melakukan pertemuan secara
informal dengan Gubernur Papua, yang seharusnya hanya boleh dilakukan
oleh pejabat pemerintahan Gedung Putih.
Atas
dasar fakta berita yang hanya dilansir oleh sebuah situs berita, dan
itupun terkait berita pasca kunjungan MS ke Indonesia/Yogya, maka ada
beberapa hal yang perlu jadi bahan perhatian kita semua.Pertama. terkait
menjelang semakin dekatnya Pemilu 2014, khususnya Pemilu Presiden, maka
kunjungan MS dan informasi-informasi di balik berita yang
mengindikasikan kemungkinan adanya peran khusus yang dimainkan Mayauntuk
menjadi jembatan penghubung Gedung Putih dengan berbagai elemen
strategis di Indonesia. Kedua, kunjungan MS yang terkesan informal ke
Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) di
Yogya, harus dibaca sebagai satu landasan merajut relasi dan kontak
dengan berbagai jaringan lintas elemen dalam masyarakat Indonesia.
Mengingat semakin menguatnya pengaruh para alumni UGM dan UII di
berbagai sektor strategis di tanah air.
Manuver AS di Papua
Menjelang
Pemilu 2014 tidak menutup kemungkinan “bermain kepentingan asing”
termasuk dari AS dalam rangka mengeksplorasi beberapa calon Presiden
potensial yang bisa sejalan dengan AS, dan menurut sumber kami yang
terpercaya salah seorang akademisi yang sedang mendapatkan “special
assignment” tersebut adalah Dr. KB.
Sewaktu
KB menjadi mahasiswa progam studi S-2 di Cornell University,
diamenulistesistentang Bung Karno. di Cornell University Indonesia
Project. Ketika Bill Clinton selesai masa jabatannnya sebagai presiden,
mantan Menteri Luar Negeri, Amerika Serikat, MDA yang setelah itu
menjabat Direktur salah satu NGO AS yang beroperasi di Indonesia,
mengajak KB bergabung bersamanya untuk beberapa waktu. Namun beberapa
waktu kemudian, ketika Presiden George W Bush sedang gencar-gencarnya
mengampanyekan War on Terrorism, KB diminta bergabung dalam jajaran staf NSC.
Saat
ini Dr KB aktif di CFR sebagai pakar yang spesialis Indonesia, Asia
Tenggara, Timor Timur dan beberapa isu seputar penguatandemokrasi,
resolusi konflik dan kesepakatan perdagangan. KB mulai debut akademiknya
pada 1995, ketika mulai menerbitkan artikelnya tentang Bung Karno di
Jurnal Indonesia, terbitan Cornell Indonesia Project.
Artikel
ini semula merupakan makalah kuliah seminar yang dia presentasikan pada
Desember 1994. Artikel yang intinya melakukan pemetaan terhadap
berbagai kelompok yang pro dan kontra terhadap Bung Karno ini, bertajuk The Rustle of Ghost: Bung Karno in the New Order. Tentu saja resminya ini merupakan sebuah kajian akademik.
Namun
dari dari sudut pandang analisis intelijen, momentum 1994-1995, kondisi
politik dalam negeri Indonesia sudah mulai menunjukkan bahwa kekuasaan
Rejim Suharto sudah mulai melemah dan kehilangan soliditasnya di
kalangan internal lingkar inti kekuasaan Suharto.
Artikel
ini sendiri kalau disimak secara seksama, hanya menggambarkan pro
kontra antara pendukung diehard Bung Karno dan kubu pro Suharto yang
sejatinya anti Bung Karno.Dengan mendasarkan awal kajian pada buku karya
politisi veteran Manai Sophian bertajuk “Kehormatan Bagi Yang Berhak:
Bung Karno Tidak Terlibat G-30-S."
Namun
kalau ditelisik artikel ini, fokus kajian lebih pada pemetaan
siapa-siapa yang masuk kategori kubu Pro Bung Karno versus kubu anti
Bung Karno. Dengan latar belakang dan setting politik waktu itu, KB dan
para Indonesianist yang tidak sekadar berperan sebagai akademisi dan
peneliti melainkan juga memainkan operasi khusus bagi kepentingan
nasional Washington, akan memilikipemetaan yang akurat dan tepat
mengenai siapa siapa saja yang masuk kategori pro Bung Karno, pro rejim
Suharto dan elemen-elemen mana yang pro Suharto namun sejatinya tetap
bisa jadi sekutu potensial untuk digalang dalam satu front bersama
melengserkan rejim Suharto.
Manuver
AS di Papua di era reformasi saat ini juga semakin kencang dilakukan.
Di beberapa twitter, blackberry massanger ataupun sosial media
berkembang pemberitaan bahwa Amerika Serikat yang sedang berada dalam
krisis ekonomi, akan mencari sumber pendanaan baru seperti yang
dilakukan di Semenanjung Afrika dan Arab seperti Iraq dengan membiarkan
rakyat Iraq saling membunuh.
Berita
di sosial media tersebut kemudian menuliskan target berikutnya adalah
Indonesia yaitu Papua, ingat kasus Ambalat, celah minyak ini menjadi
rebutan antara Inggris dan Amerika Serikat. Demikian juga dengan Papua,
setelah mereka menempatkan 2.500 personel marinirnya di Port Darwin,
Australia, rencana pelayaran pasukan Australia di perairan Timor serta
kunjungan para Dubes ke Papua. Tampaknya mereka sudah menyiapkan rencana
jangka panjang mulai festival budaya internasional diwakili Kabupaten
Alor, NTT yang akan berlomba pada Agustus 2013 di AS. Kabupaten ini
berbatasan langsung dengan Australia dan lautnya paling indah nomor dua
sedunia setelah Hawaii, kemudian ada Sail Komodo 2013, setiap bulan
terinformasi bahwa Dubes AS berkunjung di Pulau Rinca yang berhadapan
langsung dengan daerah Sape yang mempunyai 4 titik tambang emas. Bahkan,
GS salah seorang milyarder AS yang pernah memasuki Papua dengan passport palsu yang kemudian ditangkap Kopassus.
Bahkan,
menurut berita-berita yang ada di sosial media juga disebarkan rencana
kunjungan salah seorang staf Kedubes AS di Papua pada 28 dan 29 Juli
2013 untuk beraudiensi dengan sejumlah sayap politik Papua dari kelompok
civil society seperti kelompok NGO dan lembaga hukum yang
selama ini menyoroti permasalahan di Papua. Rencana pertemuan staf
Kedubes AS tersebut akan dilaksanakan di salah satu cafe di Jayapura
maupun Wamena.
Pemberitaan
baik melalui situs berita ataupun sosial media terkait dengan
perkembangan terkini terutama masalah Papua harus menjadi perhatian
instansi terkait di Indonesia terutama jajaran Kementerian Luar Negeri,
Imigrasi dan Kemendagri. Bagaimanapun juga, dalam konteks hubungan
internasional yang sehat, equal dan dinamis, maka
kunjungan-kunjungan staf kedubes tersebut harus dikoordinasikan dengan
Kemlu, apabila tidak dilakukan itu sama artinya dengan sudah “mencampuri
urusan dalam negeri” Indonesia. Sekali lagi, waspadalah terhadap
berbagai kemungkinan skenario terkait Papua yang dirancang kepentingan
asing.
|
Senin, 29 Juli 2013
Permasalahan Papua berhubungan dengan Kepentingan Asing
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar